Mengenali Subsidi BBM

Isu penurunan subsidi BBM sudah kita dengar sejak 2005. Saat itu saya masih SMA kelas 2 dan mendapatkan topik ini untuk perlombaan debat Bahasa Inggris se-Jawa Tengah. Team saya mendapatkan bagian yang tidak setuju dengan penurunan subsidi BBM. Walaupun saat itu saya setuju dengan penurunan subsidi BBM, namun dalam perlombaan debat Bahasa Inggris, kita tidak bisa memilih di sisi mana kita ingin berpendapat. Mau tidak mau saya dan team harus berargumentasi seakan kami tidak setuju dengan penurunan subsidi BBM. Akan tetapi argumentasi yang kami berikan sangat mudah untuk dibuat. Seperti penurunan subsidi BBM akan meningkatkan harga barang dan membebani masyarakat miskin. Argumentasi yang hanya mengandalkan rasa iba kepada masyarakat miskin. Kami pun menjadi juara pertama dalam debat tersebut. 

Menjual rasa iba memang dapat dengan mudah memenangkan argumentasi. Padahal jika kita menyisihkan sedikit waktu untuk membaca dan mempelajarinya, kita tidak akan dengan mudah terpengaruh. Kita justru akan berfikir 10 kali untuk setuju dengan subsidi BBM agar melindungi masyarakat miskin.

Subsidi

Pada dasarnya subsidi adalah usaha pemerintah untuk menyeimbangkan perekonomian negara agar selalu kokoh. Jika perekonomian dalam sebuah negara dibiarkan berjalan dengan sendirinya tanpa peran pemerintah, dikhawatirkan akan ada banyak ketimpangan sosial yang menyebabkan perekonomian negara menjadi rentan. Si kaya semakin kaya tanpa membantu si miskin, dan si miskin semakin miskin tanpa mendapatkan bantuan dari si kaya. Jika si miskin dibiarkan tertinggal tanpa dibantu si kaya, perekonomian negara menjadi rentan terjadi krisis yang bahkan si kaya pun akan turut merasakannya. Maka peran pemerintah dalam situasi ini adalah membantu si miskin agar tidak tertinggal dari si kaya. Salah satunya dengan memberikan subsidi.

Subsidi BBM 

Menurut dosen favorit saya di FEB UGM, Bapak Rimawan Pradiptyo, subsidi BBM sama dengan bom waktu yang tumbuh. Subsidi BBM pada dasarnya adalah kebijakan yang memanjakan konsumsi kalangan menengah ke atas dengan dalih melindungi masyakarat miskin. Fakta yang menyedihkan adalah siapapun yang mengonsumsi BBM, berapapun konsumsi BBM, untuk keperluan apapun BBM itu, pada akhirnya dibiayai oleh pemerintah. Menurut Pak Rimawan, seperti memberikan kartu kredit yang unlimited kepada seorang anak remaja, tanpa mempedulikan digunakan untuk apa saja kartu kredit itu, kita harus membayar tagihan untuknya.

Salah Sasaran dan Menimbulkan Ketimpangan

Tentu saja cara ini mengubah peran subsidi yang pada dasarnya untuk membantu masyarakat miskin menjadi membantu siapapun yang sebenarnya tidak perlu mendapatkan bantuan. Bahkan mulai diketahui subsidi BBM justru membantu perekonomian masyarakat menengah ke atas daripada masyarakat miskin.

Seperti menurut data Kementrian ESDM yang menunjukkan bahwa subsidi BBM telah salah sasaran. Menurut data tersebut, proporsi BBM bersubsidi dinikmati oleh:

1. Pemilik mobil (53%) dibandingan pemilik motor (47%)
2. Masyakarat di Jawa-Bali (59%)
3. Angkutan darat (89%)

Dari data tersebut menunjukkan masyarakat yang mampu membeli mobil justru lebih banyak menikmati subsidi BBM daripada masyarakat yang menggunakan motor. Hampir 60% masyarakat yang menikmati subsidi BBM terpusat di Jawa dan Bali saja. Bahkan menurut Kementrian Keuangan (2012), tercatat 25% rumah tangga berpendapatan tinggi menikmati 77% subsidi BBM dibandingan 25% rumah tangga berpendapatan rendah yang hanya menikmati 15% subsidi BBM. Fakta-fakta ini menunjukkan usaha dasar subsidi yang seharusnya membantu masyarakat miskin agar tidak terjadi ketimpangan perekonomian, justru membantu kalangan menengah ke atas dan semakin memperbesar ketimpangan tersebut.

Gagal Karena Politik

Penelitian mengenai tidak efisiennya subsidi BBM telah dilakukan oleh peneliti dari 3 universitas besar yaitu UGM, ITB, dan UI. Menurut Pak Rimawan, tim peneliti UGM-ITB-UI mengusulkan penurunan subsidi BBM dan dilakukan secara bertahap hingga harga Premium mencapai harga keekonomian. Langkah ini tidak lupa disertai dengan kompensasi subsidi ke keluarga miskin. Namun rencana ini ditolak oleh DPR dan partai politik yang berkuasa. 

"Beban subsidi BBM terhadap perekonomian sebenarnya bisa diminimasi jika pemerintah dan terutama partai politik memiliki komitmen kuat untuk mendirikan perekonomian bangsa ini. Upaya untuk memandirikan perekonomian negara seringkali ditunjukkan oleh kepentingan politik yang berorientasi jangka pendek," tulis Pak Rimawan dalam artikelnya yang berjudul "Menunda Bukanlah Pilihan; Perekonomian Tersandera Bom Waktu Subsidi BB yang Terus Tumbuh".

Mengalihkan Subsidi BBM

Dalam jangka panjang penurunan subsidi BBM dapat menyelamatkan APBN dari pengeluaran yang salah sasaran. Dalam 5 tahun terakhir, besarnya subsidi untuk kesehatan adalah Rp202 triliun, besarnya subsidi untuk infrastruktur adalah Rp577 triliun, sedangkan besarnya subsidi BBM adalah Rp714 triliun. Padahal sekali lagi, subsidi ini sebagian besar dinikmati mereka yang tidak perlu bantuan.

Diharapkan pengalihan subsidi BBM ke sektor kesehatan, infrastruktur, pendidikan, dan sektor penting lainnya, akan lebih tepat sasaran. Masyarakat miskin dapat berobat dan dilayani dengan cepat tanpa harus memikirkan biaya rumah sakit, semua anak bangsa memiliki hak mendapatkan pendidikan yang layak, dan bahkan hal simple namun penting seperti masyarakat dapat menikmati transportasi umum yang nyaman untuk kegiatan sehari-harinya.

Setuju Penurunan Subsidi BBM

Naiknya harga BBM akibat penurunan subsidi BBM memang lebih mudah dianggap membebani masyarakat. Namun hal itu hanya dalam jangka pendek. Padahal dalam mencapai kesejahteraan bersama, kita tidak hanya memikirkan jangka pendek tetapi juga jangka panjang.

Dalam jangka pendek masyarakat menengah ke atas akan merasakan sedikit gejolak kenaikan harga BBM, sementara masyarakat miskin mendapatkan kompensasi dari pemerintah. Dalam jangka panjang, masyarakat akan mencapai keseimbangan harga atas kenaikan harga BBM dan semua terasa normal kembali. Hanya saja ditambah adanya tambahan fasilitas umum dan berbagai bantuan kesehatan maupun pendidikan untuk masyarakat. Isn't wonderful?

Tugas Kita Bersama

Sebenarnya tugas kita bukan lagi berdebat mengenai setuju atau tidak setuju penurunan subsidi BBM. Posisi kita seharusnya jauh melangkah dari itu. Tugas besar kita sebagai rakyat yang peduli adalah mengawasi dan terus mengkritisi pemerintah dalam mengelola APBN kita. Agar yang selama ini salah sasaran, menjadi sesuai sasaran seperti janji mereka.