Reformasi Birokrasi di Tangan Menteri Yuddy

I’m excited when I saw this cover of Tempo magazine. Akhirnya mereka membahas Menteri Yuddy Chrisnandi! Seperti biasa, majalah Tempo selalu membuat cover yang menampar. Kali ini menggambarkan Yuddy, Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi, jualan kursi seperti di bioskop. 

Saya excited melihat Tempo edisi ini karena dalam beberapa bulan ini saya telah banyak membahas masalah reformasi birokrasi. Masalah reformasi birokrasi adalah tugas Yuddy. Namun apakah ia benar menjalankannya? Saya rasa masih jauh dari benar. Ternyata Tempo juga memandang demikian. Dengan segala informasi yang Tempo dapatkan, ada kejanggalan-kejanggalan yang dilakukan Yuddy.

Kinerja PNS dan Reformasi Birokrasi

Kita sering merasa dirugikan dengan kinerja para PNS yang tidak melayani publik dengan sepatutnya kan? Kinerja PNS yang kurang baik dimulai dari kursi-kursi pemimpin yang tidak berintegritas maupun tidak kompeten. Hanya modal dekat dengan menteri atau atasan, seseorang yang tidak berintegritas & kompeten dapat menduduki kursi pimpinan. Pemimpin yang tidak berintegritas dan kompeten pengaruhi kinerja bawahan lalu akhirnya pengaruhi pelayanan publik, yaitu kita.

Disini reformasi birokrasi dilakukan untuk menjaga agar kursi-kursi penting di pegawai publik agar diisi oleh orang yang berintegritas dan kompeten. Pada akhirnya memperbaiki kinerja para pegawai publik agar publik mendapatkan pelayanan yang maksimal. Kementerian masalah ini dipimpin oleh Yuddy.

KASN dan Panitia Seleksi

Pemerintah sejak SBY sudah sangat baik dalam merencanakan reformasi birokrasi. Terbukti dengan diciptakannya Undang-Undang Aparatur Sipil Negara dan didirikannya komisi terkait, yaitu Komisi Aparatur Sipil Negara. Salah satu usaha pemerintah dalam mereformasi birokrasi adalah adanya panitia seleksi untuk mengangkat pemimpin-pemimpin tinggi, jabatan pemimpin tinggi (JPT). 

Panitia seleksi JPT itu seperti pansel KPK itu. Bersih, berintegritas, kompeten dalam bidangnya, dan bukan dari parpol. Jika pansel saja diisi oleh orang parpol, tidak bersih, dan tidak kompeten, maka sama saja kursi-kursi pimpinan akan diisi orang-orang yang tidak semestinya. Ini membuka lahan nepotisme baru. Sekarang tidak hanya kursi pemimpin tinggi yang menjadi incaran nepotisme, tetapi juga kursi panitia seleksi.

Bulan Maret lalu saya membuat artikel mengenai adanya anggota partai politik menjadi salah satu panitia seleksi Badan Kepegawaian Negara (BKN). Sekarang giliran Tempo yang turut membongkarnya. Bahkan nama-nama baru juga muncul.

Fatimah Ahmad

Pertama, Fatimah Ahmad dari Partai Nasional Demokrat (Nasdem). Fatimah sudah dua kali meminta Nuraida, anggota KASN, untuk meloloskannya menjadi panitia seleksi sebuah kementerian. Namun karena KASN tahu bahwa Fatimah adalah anggota dewan pakar Nasdem, komisi ini menolaknya. Akan tetapi Yuddy justru tetap mengajukan nama Fatimah untuk menjadi anggota panitia seleksi. Padahal sekali lagi, Fatimah adalah anggota partai politik Nasdem. Belakangan diketahui bahwa suami Fatimah ikut dalam seleksi terbuka kementerian itu. Tapi tidak lolos karena tidak memenuhi syarat eselon I. Apa dalih Yuddy? Ia mengaku tidak mengetahui bahwa Fatimah anggota Nasdem.

Sugeng Suparwoto

Kedua, Sugeng Suparwoto dari Nasdem. KASN sudah mencoretnya dari panitia seleksi BKKBN namun namanya muncul kembali di panitia seleksi Badan Ekonomi Kreatif (BEK). Siapa yang mengusulkan nama Sugeng yang sudah jelas berlatar belakang partai politik tersebut? Lagi-lagi menteri reformasi birokrasi, Yuddy Chrisnadi. 

KASN mengetahui bahwa Sugeng berasal dari partai politik setelah ada unjuk rasa di depan Kemenpan-RB, kementerian yang dipimpin Yuddy. Sehingga KASN melayangkan surat kepada Triawan Munaf untuk mencoret nama Sugeng dari salah satu anggota panitia seleksi BEK. Sugeng pun dicopot.

Menanggapi itu, Sugeng berpendapat bahwa keberadaannya seharusnya tidak dipersoalkan karena penyelewengan wewenang ada dimana saja. Ini logical fallacy. Adanya penyelewengan wewenang di tempat lain, tidak kemudian membuat posisi Sugeng di panitia seleksi padajal berlatar belakang partai politik menjadi benar.

Kali ini Yuddy berdalih bahwa tindakannya tersebut sudah sesuai instruksi presiden. Namun pernyataannya disanggah oleh Ketua KASN, Sofian Effendi. Menurut Sofian, Bahwa tindakan Yuddy dilakukan sebelum ada instruksi presiden. Selain itu, adanya instruksi presiden mengenai percepatan pengisian jabatan bukan berarti harus diwakilkan kementerian seperti yang dilakukan Yuddy.

Happy Simandjuntak

Ketiga, Happy Simandjuntak. Jauh sebelum seleksi terbuka di beberapa kementerian dibuka, Yuddy melayangkan surat kepada Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti yang berisi CV Happy.  Yuddy meminta Susi untuk mempertimbangkan riwayat hidup Happy Simandjuntak. Namun Susi mengaku surat yang tidak jelas seperti itu biasanya langsung ia buang ke tempat sampah. Selain itu, menurut Susi, Happy memiliki rekam jejak yang kurang baik.

Mengenai suratnya kepada Susi, apalagi dalih Yuddy? Ia mengaku tidak ingat pernah mengirimi surat seperti itu. Tapi kemudian ia mengaku biasa mengirim surat seperti itu. Bukan maksud menitip pengisian JPT. "Prinsip saya, jika ada orang yang datang, sudah lama menjadi PNS, dan jabatannya terhambat di suatu kementerian, lalu saya merekomendasikan itu tidak apa-apa," kata Yuddy. Prisip Yuddy ini menimbulkan pertanyaan dari saya. Hanya karena seseorang sudah lama menjadi PNS lalu pantas direkomendasikan naik jabatan? Tanpa mempertimbangkan integritas dan kompetensinya?

Indra J. Piliang

Keempat, Indra J. Piliang dari Golkar. Bulan Maret lalu saya pernah membuat serial twit maupun blogpost mengenai keberadaan Indra di panitia seleksi Ketua BKN, padahal dirinya anggota partai Golkar. Sekali lagi seseorang dari partai politik tidak dibolehkan masuk dalam panitia seleksi JPT. Beberapa hari setelah serial twit saya dan blogpost saya tersebut, KASN melayangkan surat kepada Yuddy untuk menghapus nama Indra dari panitia seleksi tersebut. 

Dalam Tempo disebutkan bahwa Indra menjadi panitia seleksi, namun kali ini dalam panitia seleksi Kementerian Agraria dan Pertanian. Belakangan diketahui bahwa Indra sudah mengundurkan diri dari partai Golkar. Ini menyebabkan ia menjadi legal untuk masuk dalam anggota panitia seleksi. Nurida dari KASN ragu jika orang-orang Yuddy tersebut benar-benar keluar dari partai politiknya. "Apa mungkin mundur dari partai politiknya hanya untuk menjadi panitia seleksi yang hanya bekerja 6-8 pekan?" 

In my humble opinion, seharusnya diberi jangka waktu yang cukup lama antara keluar dari partai politik dengan saat masuk menjadi panitia seleksi. Sehingga siapapun yang baru saja keluar dari partai politik tidak diperkenankan menjadi panitia seleksi. Kalo baru saja keluar partai politik hanya untuk menjadi panitia seleksi diperbolehkan, maka efek yang dikhawatirkan akan sama saja, yaitu adanya conflict of interest.

Sebagai menteri reformasi birokrasi, Yuddy Chrisnandi seharusnya memberikan contoh yang baik pada kementerian yang lain. Bukan justru memasukkan orang-orang partai politik ke dalam panitia seleksi JPT, apapun dalihnya.

Loyal Pada Partainya

Dalam wawancaranya di Tempo, Yuddy mengaku ia adalah pendukung setia Jokowi. Namun dahulu saat pemilihan Gubernur DKI Jakarta, ia tidak mendukung Jokowi melainkan Fauzi Bowo. Menanggapi hal itu, Yuddy mengatakan secara pribadi sebenarnya mendukung Jokowi. "Cuma partai saya (Hanura) mendukung Fauzi, saya harus loyal kepada partai.

Keloyalan Yuddy pada partainya semoga tidak membuatnya lupa bahwa ia mendapat mandat untuk berpihak pada kepentingan seluruh rakyat, bukan hanya partainya.

PS: Sumber didapatkan dari majalah Tempo Edisi 22-28 Juni 2015. Saya hanya share sebagian saja. Selengkapnya ada dalam majalah.