Sistem Merit

Seperti dalam postingan sebelumnya, sebuah negara membutuhkan pemerintahan yang efektif dan kompeten untuk meningkatkan perekonomiannya. Namun untuk memiliki pemerintahan yang efektif, bebas dari korupsi dan nepotisme, maka diperlukan aparatur negara yang efektif pula. Adanya UU ASN membuat permasalahan ini lebih teratur.

Salah satu hal yang penting dalam menciptakan pemerintahan yang efektif adalah memilih apartur berdasarkan sistem merit. Sistem merit adalah kebijakan dan manajemen SDM aparatur negara yang berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar. Adil dan wajar berarti tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, ataupun kondisi kecacatan.

Untuk mendapatkan pemimpin aparatur dan aparatur yang kompeten dan berintegritas tersebut, harus sesuai dengan prinsip-pripsip sistem merit, sebagai berikut:

  1. melakukan rekrutmen, seleksi dan prioritas berdasarkan kompetisi yang terbuka dan adil;
  2. memperlakukan pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) secara adil dan setara;
  3. memberikan remunerasi yang setara untuk pekerjaan-pekerjaan yang setara dan menghargai kinerja yang tinggi;
  4. menjaga standar yang tinggi untuk integritas, perilaku, dan kepedulian untuk kepentingan masyarakat;
  5. mengelola pegawai ASN secara efektif dan efisien;
  6. mempertahankan atau memisahkan pegawai ASN berdasarkan kinerja yang dihasilkan;
  7. memberikan kesempatan untuk mengembangkan kompetensi kepada pegawai ASN;
  8. melindungi pegawai ASN dari pengaruh-pengaruh politis yang tidak pantas/tepat;
  9. memberikan perlindungan kepada pegawai.

Walaupun Ahok seorang memiliki ras dan menganut agama yang bukan mayoritas, namun karena ia kompeten dan berintegritas, maka ia pantas menduduki kursi Gubernur DKI Jakarta. Sebaliknya, seorang yang berasal dari keluarga PNS, beragama dan dari ras mayoritas, namun tidak kompeten dan berintegritas, tidak dapat diterima menjadi pemimpin maupun aparatur negara.